Jumat, 03 September 2010

Hasil Rapat FK-GB

Hari ini Kamis, 2 September 2010 segenap anggota Forum Komunikasi Guru Bersertifikasi (FK-GB) telah mengadakan rapat anggota. Rapat ini sempat dihadiri Kepala UPT Dindikpora Kecamatan Banjarnegara (Dra H. Sri Widiastuti, M.Pd) dan beberapa Pengawas. Sesuai dengan agenda rapat yaitu Pembinaan Dinas dan Pemberdayaan Guru Pasca Sertifikasi, Ka UPT Dinas mengingatkan kembali guru mengikuti sertifikasi, tujuan utama bukan untuk mendapatkan tunjangan profesi, melainkan untuk dapat menunjukkan bahwa yang bersangkutan telah memiliki kompetensi sebagaimana disyaratkan dalam standar kompetensi guru.  Tunjangan profesi adalah konsekuensi logis yang menyertai adanya kemampuan yang dimaksud. Dengan menyadari hal ini maka guru tidak akan mencari jalan lain guna memperoleh sertifikat profesi kecuali mempersiapkan diri dengan belajar yang benar untuk menghadapi sertifikasi. Berdasarkan hal tersebut, maka sertifikasi akan membawa dampak positif, yaitu meningkatnya kualitas guru. Selain itu.mengajak para guru yang sudah tersertifikasi hendaknya untuk lebih meningkatkan kinerja dan etos kerjanya. Jangan sampai terjadi guru yang sudah berlabel Guru Profesi etos kerjanya menurun, apalagi pemerintah sudah memberikan penghasilan yang lebih dibanding dengan guru yang belum lulus sertifikasi. Lebih lanjut ditegaskan pula agar para guru dapat melaksanakan 4 kompetensi guru, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional seperti yang diamanatkan dalam UUGD. Selain itu Pengawas juga menghimbau agar gaji tambahan sertifikasi hendaknya tidak seluruhnya digunakan untuk kepentingan keluarga sehari-hari, tetapi sisihkan untuk kepentingan profesinya misalnya untuk membeli laptop bagi yang belum punya, beli buku, langganan internet, sehingga tujuan pemerintah untuk meningkatkan kompetensi guru bisa terwujud.
Setelah pembinaan, para anggota melanjutkan agenda rapatnya dan menghasilkan beberapa kesepakatan. 
mengadakan pelatihan IT dan PTK. Direncanakan pelatihan IT akan didahulukan dengan jadwal setiap hari Jumat pukul 14.00 bertempat di Laborat Komputer SD Negeri 1 Krandegan Banjarnegara.
Setiap anggota akan memberikan iuran dana bulanan untuk kepentingan organisasi.

Rabu, 01 September 2010

Menjadi Guru Ideal

Dalam perjalanan bangsa, pendidikan merupakan modal dasar pembangunan yang akan menentukan arah perkembangan dan kemajuan suatu bangsa dan negara. Pemerintah berupaya meningkatkan kualitas guru, dengan berbagai cara salah satunya adalah sertifikasi guru. Melalui sertifikasi ini diharapkan para guru dapat bertindak secara profesional? Sebenarnya apakah seorang guru itu harus profesional?. Dari kata profesional ini, seolah-olah guru yang bersertifikasi adalah guru yang benarr-benar mumpuni dan dapat ditiru oleh anak didiknya segala tindakannya, sesuai dengan istilah jawa, guru adalah digugu lan ditiru (segala perkataannya selalu diperhatikan anak dan tingkahlakunya akan ditiru anak).
Ketika seorang guru berkata pada anak didiknya, “Anak-anak kalau datang itu jangan terlambat, kalau ingin sukses kalian harus disiplin, tepat waktu!” “ya pak guru” jawab muridnya serentak. Guru juga memberi petuah lagi “Anak-anak, kalau ada sampah berserakkan maka kita harus meletakkan pada tempatnya, yaitu dimana?” tempat sampah pak, jawab anak-anak dengan penuh semangat. Bagus, bagus… “jawab guru”. Hal ini membutktikan bahwa semua perkataan gurunya selalu diiyakan siswanya.
Keesokkan harinya guru datang pukul 07.10 menit. Anak-anak bagaimana pelajaran hari ini apa kalian siap belajar? Siap, karena dari tadi kita menunggu” jawab muridnya. Bagus kalian sangat tertib dan disiplin. Puji gurunya. Kemudian bel istirahat berbunyi tet… tet… anak-anak boleh istirahat” kata guru. Jangan lupa ya! Kalau ada sampah diambil dan diletakkan pada tempatnya. Perintah gurunya. Waktu bermain anak-anak melihat gurunya tadi berjalan dengan santai dan hanya melihat dengan cuek beberapa bungkus makanan yang berceceran. Dengan santai guru masuk ruangan dan membolak-balik buku pelajaran yang akan disampaikan pada muridnya.
Inilah contoh atau gambaran bentuk sertifikasi yang dilakukan pemerintah kepada guru. Karena, itu saya prihatin melihat para guru yang rata-rata mengedepankan intelektual dari pada hati yang berbicara. Mengedepankan ceramahnya dan tutur pituturnya dari pada perbuatan yang dilakukannya. Ketika musim sertifikasi guru berusaha menjadi seorang pembohong dan pendusta. Kenapa tidak semua kumpulan makalah difoto copy, piagam dipalsukan. Hanya mengejar selembar kertas bergambar soeharto atau yang lain. Naifnya seorang guru bersertifikasi. Untuk itu perlu disadari sesungguhnya guru ideal yang didambakan seorang anak adalah keteladanan dan perlu contoh, serta bukti dimana apa yang dikatakan pasti dilakukannya.
Saya pribadi merasa risih dengan kejadian yang mencorang nama baik guru, seyogyanyalah kita kembali ke khitah kita sebagai orang yang tahu malu, dan dengan mengedepankan kejujuran, serta suritauladan. Guru teladan yaitu ketika ia menyuruh anak didiknya untuk disiplin maka ia terlebih dahulu belajar untuk disiplin, ketika menyuruh anak didiknya jika ada sampah berserakkan diambil, maka terlebih dahulu kita membersihkannya, dan sebaginya. Jadi hendaknya guru selalu mengedepankan perbuatan, kemudian menyampaikan kepada anak didiknya. Karena anak sejatinya selalu melihat, dan mencotoh apa yang dilakukan seorang guru. Tetapi jika hanya mendengar saja pasti yang didengarnya itu akan terlintas sesaat kemudian musnah dihilangkan oleh perbuatan guru itu sendiri. Karena kunci keberhasilan seorang guru ada pada perilaku dan perkataannya, dan bukan karena lulus sertifikasi guru
Untuk itu para guru sebaiknya cobalah berpikir, bertindak sesuai dengan hati nurani, dan cobalah untuk malu kepada siswa. Jangan hanya menganggap siswa itu sebagai objek yang pasif, dan anggaplah siswa itu sebagai orang yang selalu memperhatikan dan mengkritik kita. Ketika apa yang kita lakukan tidak sesuai dengan ucapan kita maka hendaknya selalu mawas diri dan berusaha memperbaikinya…….. Hidup Guru!!! Ayo Mengajar dengan Hati dan Keteladanan Oke….
Sumber: http://aflah.wordpress.com/2008/02/28/bagaimanakah-menjadi-guru-ideal/

Memaknai Perjuangan Profesi Guru

MEMAKNAI PERJUANGAN PROFESI GURU

Oleh: Trimo

"Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru, namamu akan selalu hidup dalam sanubariku". Sepenggal kalimat dalam lirik lagu Himne Guru di atas seakan memaknai perjuangan guru dalam selubung "pahlawan tanpa tanda jasa". Guru ditempatkan menjadi sosok yang keberadaannya selalu dibanggakan dan dipuji oleh masyarakat. Apalagi dengan predikat "pahlawan" sepertinya mengidentikkan guru dengan pahlawan dalam arti yang sebenarnya.

Bu Guru, Pak Guru, Den Guru, Mas Guru, atau sebutan lainnya sangat kental di telinga masyarakat sebagai simbol orang yang "serba bisa". Selain tugas utamanya mengajar, guru sering ketiban sampur menjadi pengurus RT, RW, Kelurahan, organisasi pemuda, masyarakat, dan sejenisnya. Maka tidak mengherankan, apabila sosok guru merupakan pribadi-pribadi yang cepat kaki ringan tangan.

Di dunia pendidikan, guru merupakan ujung tombak dalam merealisasikan serangkaian kebijakan pemerintah. Di tangan gurulah, potret pendidikan yang idealis di negeri ini ditumpukan. Guru harus senantiasa berupaya mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang sulit diukur, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Lantaran sarat akan muatan idealis, menjadikan guru sebagai "ujung tombok" ketika ada kompleksitas permasalahan membutuhkan daya, cipta, rasa, dan karsa. Padahal sebenarnya, dunia pendidikan yang dihadapkan guru adalah hal-hal yang riil dan bersifat aktual sehingga segala fenomena yang berkembang dalam dunia pendidikan merupakan peluang dan tantangan bagi guru.

Bukan Pilihan Utama

Hari ini, seluruh guru memperingati hari Guru. Namun, berapa banyak guru yang mengetahui hal tersebut? Seandainya tahu, apa yang akan diperingati? Masihkah ada guru yang ingin memperingati harinya sebagai satu hari yang istimewa?

Pertanyaan tersebut tepatnya dijadikan sebuah ironisme eksistensi profesi guru, yang menurut kaca mata saya tak lagi diminati oleh generasi muda. Saya masih ingat ketika duduk di bangku Sekolah Dasar. Waktu itu, ibu guru saya yang selalu memakai kebaya dengan sanggul mungilnya, menanyakan tentang cita-cita. Sebagian besar dari teman-teman saya ingin sekali menjadi guru, termasuk saya.

Namun, ketika hal serupa saya tanyakan kepada murid saya, jawabannya sungguh membuat saya ngelus dada, lantaran hanya empat orang dari tiga puluh empat murid saya yang senang jadi guru. Kebanyakkan murid saya ingin jadi dokter, dengan alasan sederhana yakni bayarannya lebih besar dibanding guru.

Ilustrasi di atas merupakan wujud persepsi sederhana mengenai profesi guru, yang belum menyentuh ke hal-hal yang bersifat subtansial. Jika murid saya mengetahui bahwa untuk menjadi guru sekarang sangat sulit lantaran harus bersaing dengan ribuan lulusan sekolah guru yang sampai sekarang nasibnya masih terkatung-katung, tentu tidak akan ada yang bercita-cita menjadi guru.

Dalam konteks penglihatan masyarakat terhadap profesi guru, ada semacam sinyalemen yang mengatakan bahwa guru saat ini lebih sejahtera dibanding dengan guru tempo dulu. Bila diterjemahkan secara bebas memang demikian. Namun bila dipahami sampai pada taraf hakikat, sebenarnya ukuran "kesejahteraan" guru saat ini sama dengan dengan guru tempo dulu.

Beberapa guru yang masih bertahan dan mengalami beberapa pergantian pejabat di negeri ini merasakan hal sama. Artinya, kondisi ekonomi dan kesejahteraannya nyaris tidak ada perbedaan. Jika ditinjau dari besarnya nominal gaji, tentu berbeda. Namun, bila dilihat dari pemenuhan kebutuhan, besarnya nominal untuk ukuran zaman dulu dan sekarang relatif sama.

Barangkali satu pemikiran pentingnya peningkatan kesejahteraan, merupakan hal yang layak diagendakan oleh guru. Ironisnya, kebanyakkan guru-guru di negeri kita fanatik sekali dengan filsafat "gali lubang tutup lubang", sehingga ketika ada kabar tentang kenaikkan gaji, besarnya nominal kenaikkan sudah diantrekan ke tempat yang bisa membuat guru menjadi bergaya hidup mewah di mata masyarakat.

Konservatif

Walau bukan merupakan profesi pilihan utama, guru juga merupakan sosok yang nrima ing pandum, artinya walaupun kurang ada keselarasan dan keseimbangan antara tugas dan tanggung jawabnya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan penghargaan yang diterima, guru tetap saja sendika dawuh melaksanakan tugas tersebut dengan penuh dedikasi. Itulah guru, yang hati sanubarinya senantiasa berpikiran konservatif, artinya segala perilakunya senantiasa dipandang dari sudut pengabdian.

Mereka masih tekun melaksanakan upacara tiap hari Senin, senam tiap hari Jumat, berseragam PSH dan Korpri, berangkat lebih awal dari muridnya, membiarkan gajinya dipotong untuk berbagai keperluan, dan lain sebagainya.

Bergulirnya sebuah era yang semrawut lantaran orang-orang negeri ini sama-sama memulai belajar berdemokrasi, menjadikan sosok guru secara evolusif berani berbicara dan menyuarakan isi hati. Bahkan banyak di antara teman guru, spontan senang jika dirinya dianggap reformis. Apalagi kalau ia berhasil menggalang kekuatan dan mendemo pemimpinnya.

Dampak keberanian guru, seperti melakukan aksi menolak pimpinannya jika tidak dari kalangan pendidikan, menghadap Dewan beramai-ramai, melayangkan surat pengaduan, dan lain-lain merupakan salah satu bentuk aktualisasi diri.

Perilaku tersebut menunjukkan adanya pergeseran terhadap pemaknaan profesi guru. Guru sudah tak ingin dibuai dalam ayunan "pahlawan tanpa tanda jasa", namun ingin ada penghargaan profesinya secara holistik. Bukan hanya dalam bentuk peningkatan kesejahtreraan, namun lebih pada pemaknaan hakikat guru sebagai manusia berdimensi jamak, yakni sebagai makhluk individu, sosial, susila, dan beragama. Dalam konteks itu, maka guru sebaiknya tidak hanya berharap namun perlu menunjukkan aktivitas nyata dalam mengelola proses belajar-mengajar.

Dimensi Guru

Sebagai makhluk individu, guru diharapkan mengembangkan self existence yang bermuara pada peningkatan kompetensi personal, agar peserta didiknya mendapat berbagai kemampuan yang berhubungan dengan cipta (kognisi), rasa (emosi), karsa (konasi), dan keterampilan (psikomotor). Seperti: kegiatan-kegiatan ilmiah (penataran, seminar, penelitian), penciptaan hasil karya, penemuan metode dan media yang mengarah pada pembelajararan aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.

Sebagai makhluk sosial, guru diharapkan mengelola interaksi multi arah baik dalam proses belajar-mengajar maupun pergaulan di masyarakat. Apalagi pemberlakuan School Based Management, partisipasi masyarakat merupakan salah satu unsure utama dalam menentukan kemajuan sekolah. Di sinilah guru diharapkan dapat menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat. Bukan sebagai guru "sekolah" saja namun harus menjadi guru "masyarakat".

Guru sebagai makhluk susila bertalian dengan pentingnya menginternalisasikan nilai yang terkandung dalam pikiran, ide, gagasan yang terbukti baik, bermanfaat, dan diyakini kebenarannya sehingga senantiasa dihayati dan diamalkan dalam proses hidup bermasyarakat. Apalagi dalam istilah Jawa, guru merupakan sosok yang "digugu" dan "ditiru" sehingga keteladan dalam pikiran, ucapan, dan tindakan merupakan potret guru masa depan.

Sebagai makhluk beragama, sudah barang tentu menempatkan guru sebagai pribadi yang secara conditio sine qua non, harus beriman dan bertakwa kepada Sang Pencipta. Pentingnya peningkatkan iman dan takwa didasari atas hakikat manusia sebagai makhluk Tuhan dan saratnya beban yang harus ditanggung guru dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Kado Istimewa

Ibarat sebuah perjalanan, empat dimensi hakikat manusia seperti terurai di atas merupakan rute yang harus dilewati guru. Ada kalanya guru berhenti di persimpangan jalan lantaran lelah, ada kalanya guru sejenak berhenti untuk melakukan evaluasi diri terhadap sejengkal langkah yang telah dilaluinya, dan ada kalanya pula guru memacu diri agar secepatnya mencapai tujuan. Semua tergantung pada pribadi guru dalam memaknai dirinya sendiri.

Di hari yang sepantasnya diperingati ini, ada baiknya guru melakukan intropeksi dan retropeksi, sejauhmana guru memaknai tugas dan tanggung jawabnya, baik tugas yang berhubungan dengan profesi (mendidik, mengajar, dan melatih), tugas kemanusiaan dan kemasyarakatan.

Tugas dan tanggung jawab yang dilaksanakan secara sungguh-sungguh, sudah barang tentu akan mendapatkan kado istemewa, yakni ucapan terima kasih, doa dan senyum manis dari seluruh anak negeri. Dirgahayu Guru Indonesia. Padamu, kuletakkan tumpuan untuk membangkitkan negeriku!" 

Sumber: http://re-searchengines.com/trimo20708.html

Selasa, 31 Agustus 2010

Undangan Rapat

FORUM KOMUNIKASI
GURU BERSERTIFIKASI
DINDIKPORA KECAMATAN BANJARNEGARA
Sekretariat: Jalan Dipayuda No.23 Telp. (0286) 591 268 Banjarnegara
Website: http://fgscambanjarnegara.blogspot.com Email: forumguru07@yahoo.co.id

Nomor : 06/FK-GB/VIII/2010 24 Agustus 2010
Lamp : -
Hal : Undangan


Kepada
Yth. Segenap Anggota Forum Komunikasi Guru Bersertifikasi
Dindikpora Kecamatan Banjarnegara


Dengan ini kami mengharap kehadiran pada pertemuan yang akan kami selenggaraka nanti pada:
hari dan tanggal : Kamis, 2 September 2010
waktu : pukul 11.00 WIB
tempat : SD Negeri 1 Krandegan
acara : Pengarahan/Pembinaan Dinas dan Peningkatan Mutu serta Pemberdayaan Guru Pasca Sertifikasi

Demikian undangan kami, kemudian atas kehadirannya diucapkan banyak terimakasih.
Hormat kami,
Ketua

Sudarko, S.Pd
NIP. 19511102 197401 1001

Sekretaris

Harry Utomo,S.Pd
NIP. 19650502 198608 1 003

Mengetahui
Kepala UPT Dindikpora
Kecamatan Banjarnegara



Dra. Sri Widiastuti, M.Pd
NIP. 19600823 198803 2 003

Tembusan:
- Kepala Dindikpora Kabupaten Banjarnegara

DAFTAR NAMA GURU YANG BERSERTIFIKAT PENDIDIK DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA KECAMATAN BANJARNEGARA KUOTA TAHUN 2006, 2007, DAN 2008

1  FIRMA HARI KRISNAWATI, SPd --->TK PERTIWI KR TENGAH
2 SITI MURDIYAH, S.Pd, MM --->TK PEMBINA SETDA
3 YOENI AMBARWATI S.Pd --->SD N 1 KRANDEGAN
4 YUSWALIJAH S.Pd --->SD N 1 CENDANA
5 UMI KHOLIFAH S.Pd ---> SD N 2 WANGON
6 YANURIYAT1, S.Pd ---> SD N 3 SOKANANDI
7 SRI MASTUTI JAUHAROH, S.Pd.MM---> SD N 4 KRANDEGAN
8 WINARNI S.Pd ---> SD N 2 ARGASOKA
9 KARMINI S.Pd---> SD N 2 SEMARANG
10 INDIYARTI S.Pd --->SD N 1 AMPELSARI
11 TITI TAAT BUDIARTI S.Pd --->SD N 3 KUTABANJAR
12 SRI SETYOWATI S.Pd --->SD N 1 SOKANANDI
13 HESTI SUSANTI, S.Pd --->SD N 1 KRANDEGAN
14 YULI ARTATI,_S.Pd --->SD N 2 TLAGAWERA
15 Dra.ANNIE LAILA MOKARROMAH --->SD N KARANG TENGAH
16 SUDARKO S.Pd --->SD N 4 KRANDEGAN
17 SRI SUMARNI WIDIASTUT1 S,Pd --->SD N 2 AMPELSARI
18 CHATARINA SUDIARTI S.Pd --->SD N 2 KUTABANJAR
19 SUTIJO, S,Pd --->SD KRISTEN DEBORA
20 WIDI IS RIYANTI, S.Pd --->SD N 1 ARGASOKA
21 YANI SETYANINGSIH, S.Pd --->SD N 2 SOKAYASA
22 MARWATI, S.Pd . --->SD N 1 KRANDEGAN
23 ENDANG SURTIASTI, S.Pd --->SD N 1 KUTABANJAR
24 SUHERMAWATI S.Pd --->SD N 3 KUTABANJAR
25 NIKEN SITI NURBAYA S.Pd --->SD N 1 SEMARANG
26 RESTU UTAMI S.Pd --->PENGAWAS MADUKARA
27 PETRUS PURWANTO, S.Pd --->SD N 1 SEMAMPIR
28 HARJONO, S.Pd --->SD N 4 KRANDEGAN
29 SRIYANTI, S.Pd --->SD N 4 KRANDEGAN
30 EDY SUNARYO S. Pd --->SD N 2 KUTABANJAR
31 SUTARNO S.Pd --->SD N 1 SOKANANDI
32 SUWARNI S.Pd --->SD N 1 SOKAYASA
33 SUYITNO S.Pd --->SD N 3 KUTABANJAR
34 TURIJAN, S.Pd --->SD N 1 KARANGTENGAH
35 USMIYATI S.Pd --->SD N 1 KRANDEGAN
36 UNARTI , S. Pd --->SD N 1 SOKANANDI
37 KAMILAH SISWATI, S.Pd --->SD N 4 KRANDEGAN
38 AL QODRI, S.Pd --->SD N 1 KRANDEGAN
39 IRUN SOFIATUN, S.Pd --->SD N 3 KUTABANJAR
40 SRI HANDARUMI, S.Pd --->SD N 4 KRANDEGAN
41 FARIDA SUNDARINI , S.Pd --->SD N 1 KRANDEGAN
42 SITI NGAISAH, S.Pd --->SD N 4 KRANDEGAN
43 DWININGSIH , 5, Pd --->SD N 5 KRANDEGAN
44 HANA WARSIT1 5.Pd --->SD N 2 PARAKANCANGGAH
45 HARI UTOMO S.Pd --->SD N 1 KRANDEGAN
46 WACHADI, S.Pd --->TK PGRI CENDANA
47 MOCH DJAMAL S.Pd --->SD 2 MUHAMADIYAH
48 KHASBUNALLOH S.Pd --->SD 1 MUHAMADIYAH
49 SUJADI, S.Pd --->SD N 1 SOKANANDI
50 MUSLIKHAH S.Pd --->SD N 1 PARAXANCANGGAH
51 MAINAH, S.Pd .- --->SDN 2 WANGON
52 ZELFANYA SURJIANTO, S.Pd --->SDN 1 SOKANANDI
53 SITI ROCHMAH, S.Pd--->SD N 3 SOKANANDI

Senin, 30 Agustus 2010

10 CIRI GURU PROFESIONAL

1. Selalu punya energi untuk siswanya
Seorang guru yang baik menaruh perhatian pada siswa di setiap percakapan atau diskusi dengan mereka. Guru yang baik juga punya kemampuam mendengar dengan seksama.
2. Punya tujuan jelas untuk Pelajaran
Seorang guru yang baik menetapkan tujuan yang jelas untuk setiap pelajaran dan bekerja untuk memenuhi tujuan tertentu dalam setiap kelas.
3. Punya keterampilan mendisiplinkan yang efektif
Seorang guru yang baik memiliki keterampilan disiplin yang efektif sehingga bisa  mempromosikan perubahan perilaku positif di dalam kelas.
4. Punya keterampilan manajemen kelas yang baik
Seorang guru yang baik memiliki keterampilan manajemen kelas yang baik dan dapat memastikan perilaku siswa yang baik, saat siswa belajar dan bekerja sama secara efektif,  membiasakan menanamkan rasa hormat kepada seluruh komponen didalam kelas.

5. Bisa berkomunikasi dengan Baik Orang Tua
Seorang guru yang baik menjaga komunikasi terbuka dengan orang tua dan membuat mereka selalu update informasi tentang apa yang sedang terjadi di dalam kelas dalam hal kurikulum, disiplin, dan isu lainnya. Mereka membuat diri mereka selalu bersedia memenuhi  panggilan telepon, rapat, email dan sekarang, twitter.
6. Punya harapan yang tinggi pada siswa nya
Seorang guru yang baik memiliki harapan yang tinggi dari siswa dan mendorong semua siswa dikelasnya untuk selalu bekerja dan mengerahkan potensi terbaik mereka.
7. Pengetahuan tentang Kurikulum
Seorang guru yang baik memiliki pengetahuan mendalam tentang kurikulum sekolah dan standar-standar lainnya. Mereka dengan sekuat tenaga  memastikan pengajaran mereka memenuhi standar-standar itu.
8. Pengetahuan tentang subyek yang diajarkan
Hal ini mungkin sudah jelas, tetapi kadang-kadang diabaikan. Seorang guru yang baik memiliki pengetahuan yang luar biasa dan antusiasme untuk subyek yang mereka ajarkan. Mereka siap untuk menjawab pertanyaan dan menyimpan bahan menarik bagi para siswa, bahkan bekerja sama dengan bidang studi lain demi pembelajaran yang kolaboratif.
9. Selalu memberikan yang terbaik  untuk Anak-anak dan proses Pengajaran
Seorang guru yang baik bergairah mengajar dan bekerja dengan anak-anak. Mereka gembira bisa mempengaruhi siswa dalam kehidupan  mereka dan memahami dampak atau pengaruh yang mereka miliki dalam kehidupan siswanya, sekarang dan nanti ketika siswanya sudah beranjak dewasa.
10. Punya hubungan yang berkualitas dengan Siswa
Seorang guru yang baik mengembangkan hubungan yang kuat dan saling hormat menghormati dengan siswa dan membangun hubungan yang dapat dipercaya.

Sumber: http://gurukreatif.wordpress.com/2009/11/06/10-ciri-guru-profesional/

BERBAGAI JENIS MEDIA PEMBELAJARAN

Media pembelajaran banyak jenis dan macamnya. Dari yang palng sederhana dan murah hingga yang canggih dan mahal. Ada yang dapat dibuat oleh guru sendiri dan ada yang diproduksi pabrik. Ada yang sudah tersedia di lingkungan untuk langsung dimanfaatkan dan ada yang sengaja dirancang.
Berbagai sudut pandang untuk menggolongkan jenis-jenis media.
Rudy Bretz (1971) menggolongkan media berdasarkan tiga unsur pokok (suara, visual dan gerak):
1.      Media audio
2.      Media cetak
3.      Media visual diam
4.      Media visual gerak
5.      Media audio semi gerak
6.      Media visual semi gerak
7.      Media audio visual diam
8.      Media audio visual gerak
Anderson (1976) menggolongkan menjadi 10 media:
1.      audio                                          : Kaset audio, siaran radio, CD, telepon
2.      cetak                                          : buku pelajaran, modul, brosur, leaflet, gambar
3.      audio-cetak                                : kaset audio yang dilengkapi bahan tertulis
4.      proyeksi visual diam                  : Overhead transparansi (OHT), film bingkai (slide)
5.      proyeksi audio visual diam         : film bingkai slide bersuara
6.      visual gerak                                : film bisu
7.      audio visual gerak                      : film gerak bersuara, Video/VCD, Televisi
8.      obyek fisik                                  : Benda nyata, model, spesimen
9.      manusia dan lingkungan            : guru, pustakawan, laboran
10.  komputer                                    : CAI
Schramm (1985) menggolongkan media berdasarkan kompleksnya suara, yaitu: media kompleks (film, TV, Video/VCD,) dan media sederhana (slide, audio, transparansi, teks). Selain itu menggolongkan media berdasarkan jangkauannya, yaitu media masal (liputannya luas dan serentak / radio, televisi), media kelompok (liputannya seluas ruangan / kaset audio, video, OHP, slide, dll), media individual (untuk perorangan / buku teks, telepon, CAI).
Henrich, dkk menggolongkan:
1.      media yang tidak diproyeksikan
2.      media yang diproyeksikan
3.      media audio
4.      media video
5.      media berbasis komputer
6.      multi media kit.
Pada artikel ini, media akan diklasifikasikan menjadi media visual, media audio, dan media audio-visual.


A. MEDIA VISUAL
1.      Media yang tidak diproyeksikan
  1. Media realia adalah benda nyata. Benda tersebut tidak harus dihadirkan di ruang kelas, tetapi siswa dapat melihat langsung ke obyek. Kelebihan dari media realia ini adalah dapat memberikan pengalaman nyata kepada siswa. Misal untuk mempelajari keanekaragaman makhluk hidup, klasifikasi makhluk hidup, ekosistem, dan organ tanaman.
  2. Model adalah benda tiruan dalam wujud tiga dimensi yang merupakan representasi atau pengganti dari benda yang sesungguhnya. Penggunaan model untuk mengatasi kendala tertentu sebagai pengganti realia. Misal untuk mempelajari sistem gerak, pencernaan, pernafasan, peredaran darah, sistem ekskresi, dan syaraf pada hewan. 
  3. Media grafis tergolong media visual yang menyalurkan pesan melalui simbol-simbol visual. Fungsi dari media grafis adalah menarik perhatian, memperjelas sajian pelajaran, dan mengilustrasikan suatu fakta atau konsep yang mudah terlupakan jika hanya dilakukan melalui penjelasan verbal. Jenis-jenis media grafis adalah:
1)      gambar / foto: paling umum digunakan
2)      sketsa: gambar sederhana atau draft kasar yang melukiskan bagian pokok tanpa detail. Dengan sketsa dapat menarik perhatian siswa, menghindarkan verbalisme, dan memperjelas pesan.
3)      diagram / skema: gambar sederhana yang menggunakan garis dan simbol untuk menggambarkan struktur dari obyek tertentu secara garis besar. Misal untuk mempelajari organisasi kehidupan dari sel samapai organisme.
4)      bagan / chart : menyajikan ide atau konsep yang sulit sehingga lebih mudah dicerna siswa. Selain itu bagan mampu memberikan ringkasan butir-butir penting dari penyajian. Dalam bagan sering dijumpai bentuk grafis lain, seperti: gambar, diagram, kartun, atau lambang verbal.
5)      grafik: gambar sederhana yang menggunakan garis, titik, simbol verbal atau bentuk tertentu yang menggambarkan data kuantitatif. Misal untuk mempelajari pertumbuhan.

2.      Media proyeksi
1.      Transparansi OHP merupakan alat bantu mengajar tatap muka sejati, sebab tata letak ruang kelas tetap seperti biasa, guru dapat bertatap muka dengan siswa (tanpa harus membelakangi siswa). Perangkat media transparansi meliputi perangkat lunak (Overhead transparancy / OHT) dan perangkat keras (Overhead projector / OHP). Teknik pembuatan media transparansi, yaitu:
-          Mengambil dari bahan cetak dengan teknik tertentu
-          Membuat sendiri secara manual
2.      Film bingkai / slide adalah film transparan yang umumnya berukuran 35 mm dan diberi bingkai 2X2 inci. Dalam satu paket berisi beberapa film bingkai yang terpisah satu sama lain. Manfaat film bingkai hampir sama dengan transparansi OHP, hanya kualitas visual yang dihasilkan lebih bagus. Sedangkan kelemahannya adalah beaya produksi dan peralatan lebih mahal serta kurang praktis. Untuk menyajikan dibutuhkan proyektor slide.

B. MEDIA AUDIO
1.      Radio
Radio merupakan perlengkapan elektronik yang dapat digunakan untuk mendengarkan berita yang bagus dan aktual, dapat mengetahui beberapa kejadian dan peristiwa-peristiwa penting dan baru, masalah-masalah kehidupan dan sebagainya. Radio dapat digunakan sebagai media pembelajaran yang cukup efektif.
2.      Kaset-audio
Yang dibahas disini khusus kaset audio yang sering digunakan di sekolah. Keuntungannya adalah merupakan media yang ekonomis karena biaya pengadaan dan perawatan murah.

C. MEDIA AUDIO-VISUAL
1.      Media video
Merupakan salah satu jenis media audio visual, selain film. Yang banyak dikembangkan untuk keperluan pembelajaran, biasa dikemas dalam bentuk VCD.

2.  Media komputer
Media ini memiliki semua kelebihan yang dimiliki oleh media lain. Selain mampu menampilkan teks, gerak, suara dan gambar, komputer juga dapat digunakan secara interaktif, bukan hanya searah. Bahkan komputer yang disambung dengan internet dapat memberikan keleluasaan belajar menembus ruang dan waktu serta menyediakan sumber belajar yang hampir tanpa batas.

Sumber: http://edu-articles.com/berbagai-jenis-media-pembelajaran/#more-101

Menjadi GURU KREATIF

Membaca Kompas, Senin 20 April 2009 dengan judul “Susahnya Jadi Guru Kreatif” yang ditulis oleh rekan sejawat, T Gunawan Wibowo membuat saya tersulut untuk menjadi guru kreatif. Guru yang tidak hanya mengandalkan kurikulum yang ada, tetapi mampu menciptakan sebuah kurikulum yang ideal untuk kondisi dan lingkungan sekolah. Semua itu dilakukan oleh guru kreatif dengan membuat karya tulis ilmiah yang bermanfaat untuk dirinya dan lingkungan sekitarnya.
Untuk menjadi guru yang kreatif memang tidak mudah. Saya merasakan sendiri betapa sulitnya menjadi guru kreatif. Saya harus dapat meninggalkan posisi nyaman saya. Meninggalkan yang tidak penting dan mendahulukan yang penting. Mengatur jadwal penelitian dengan cermat dan dilakukan sambil mengajar. Berani tidak populis diantara teman sejawat karena pemikiran saya yang rada sedikit beda dari kebiasaan guru pada umumnya.
Guru kreatif adalah guru yang selalu memandang bahwa keragaman siswa adalah sebuah potensi besar yang harus dikembangkan di sekolah sedangkan guru yang kurang kreatif adalah guru yang selalu mengedepankan keseragaman siswa. Tak boleh ada yang berbeda. Semua harus sama, dan kalau perlu membuat Rencana Program Pembelajaran (RPP) pun ‘copy and paste’(copas) seperti apa yang terjadi sekarang ini.
Guru kreatif selalu resah dan gelisah dengan strategi pembelajarannya, dan selalu memperbaiki dirinya dengan berbagai penelitian tindakan kelas. Mencoba mencari metode-metode baru dalam pembelajaran sehingga hasilnya sangat bermanfaat untuk guru lainnya. Guru kreatif adalah guru dimana dirinya sadar akan kekurangan diri dan memotivasi dirinya sendiri untuk belajar sepanjang hayat. Tak peduli orang mau bilang apa, yang penting bagi dirinya adalah bersekutu dengan ilmu pengetahuan demi kemajuan dunia pendidikan.
Guru kreatif seperti itu masih langka dalam dunia pendidikan kita. Lihatlah data dan realitas di lapangan begitu banyaknya guru di lingkungan depdiknas yang tak mampu naik pangkat karena tak sanggup membuat karya tulis ilmiah. Hal ini disebabkan karena guru terbiasa dengan keseragaman  pemikiran sehingga untuk membuat sesuatu yang berbeda diperlukan sebuah perjuangan keras dimana para guru harus mampu melawan dirinya sendiri.
Untuk menjadi guru yang kreatif dalam membuat karya tulis ilmah diperlukan sebuah perencanaan pembelajaran yang matang, tindakan pembelajaran yang menantang, proses pengamatan yang cemerlang, dan refleksi diri dengan teman sejawat bahwa pembelajaran telah membuahkan keberhasilan. Semua kegiatan itu dicatat prosesnya, dan  terangkum dalam penelitian tindakan kelas (PTK) yang membuat guru akhirnya mampu membuat sebuah karya tulis ilmiah. Lalu mengapa banyak guru yang malas dalam membuat karya tulis ilmiah? Kenapa para  guru seolah takut melakukannya?
Kalau kita lihat kenyataan sekarang ini, banyak kita jumpai para guru yang belum melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) di dalam proses pembelajarannya. Sehingga wajar saja bila belum banyak guru yang sanggup membuat karya tulisnya sendiri. Mengapa? Karena setelah saya amati dan telusuri ada 5 alasan kenapa guru takut melakukan PTK dan malas membuat karya tulis ilmiah. Alasan-alasan itu adalah sebagai berikut:
1.Guru kurang memahami profesi guru
Profesi guru adalah profesi yang sangat mulia. Para guru hendaknya menyadari profesi mulia ini. Guru harus dapat memahami peran dan fungsi guru di sekolah. Guru sekarang bukan hanya guru yang mampu mentransfer ilmunya dengan baik, tetapi juga mampu digugu dan ditiru untuk memberikan tauladan yang tidak hanya sebatas ucapan tapi juga tindakan.
Profesi guru adalah profesi yang bukan hanya mulia dimata manusia, tetapi juga di mata Tuhan. Karena itu guru harus dapat mengajar dan mendidik dengan hatinya agar dapat menjadi mulia. Hati yang bersih dan suci akan terpancar dari wajahnya yang selalu ceria, senang, dan selalu menerapkan 5S dalam kesehariannya ( Salam, Sapa, Sopan, Senyum, dan Sabar).
2. Guru malas membaca buku dan malas menulis
Masih banyak guru yang malas membaca buku. Padahal dari membaca itulah akan terbuka wawasan yang luas dari para guru. Kesibukan-kesibukan mengajar membuat guru merasa kurang sekali waktu untuk membaca. Ini nyata, dan terjadi di sekolah kita. Bukan hanya di sekolah, di rumah pun guru malas membaca. Guru harus dapat melawan kebiasaan malas membaca. Ingatlah dengan membaca kita dapat membuka jendela dunia.
Pengalaman mengatakan, siapa yang rajin membaca, maka ia akan kaya akan ilmu, namun bila kita malas membaca, maka kemiskinan ilmu akan terasa. Guru yang rajin membaca, otaknya ibarat mesin pencari google di internet. Bila ada siswa yang bertanya, memori otaknya langsung bekerja mencari dan menjawab pertanyaan para siswanya dengan cepat dan benar.
Sudah bisa dipastikan bila guru malas membaca, maka akan malas pula untuk menulis. Menulis dan membaca seperti kepingan uang logam yang tidak dapat dipisahkan. Guru yang terbiasa membaca, maka ia akan terbiasa menulis. Dari membaca itulah guru mampu membuat kesimpulan dari apa yang dibacanya, kemudian kesimpulan itu ia tuliskan kembali dalam gaya bahasanya sendiri.
Menulis itu ibarat pisau yang harus sering diasah. Guru yang rajin menulis, maka ia mempunyai kekuatan tulisan yang sangat tajam, layaknya sebilah pisau. Tulisannya sangat menyentuh hati, dan bermakna. Runut serta mudah dicerna bagi siapa saja yang membacanya.
3. Guru kurang sensitif terhadap waktu dan terjebak dalam rutinitas kerja
Bagi guru yang kurang memanfaatkan waktunya dengan baik, maka tidak akan banyak prestasi yang ia raih dalam hidupnya. Dia akan terbunuh oleh waktu yang ia sia-siakan. Karena itu guru harus sensitif terhadap waktu. Terjaga dari sesuatu yang kurang bermanfaat.
Saat kita memuliakan waktu, maka waktu akan menjadikan kita orang mulia. Karena itu, kualitas seorang guru terlihat dari cara ia memperlakukan waktu dengan baik. Guru yang sukses dalam hidupnya adalah yang pandai memanage waktu dengan baik. Waktunya benar-benar sangat berharga dan berkualitas. Setiap waktunya terprogram dengan baik.
Guru harus pandai mengatur rutinitas kerjanya. Jangan sampai guru terjebak sendiri dengan rutinitasnya yang justru tidak menghantarkan dia menjadi guru yang dapat diteladani anak didiknya. Guru harus pandai mensiasati pembagian waktu kerjanya. Buatlah jadwal yang terencana. Buang kebiasan-kebiasaan yang membawa guru untuk tidak terjebak di dalam rutinitas kerja, misalnya : membuat diari atau catatan harian yang ditulis dalam agenda guru, di dalam blog internet, facebook, friendster, my space, dan lain-lain.
Rutinitas kerja tanpa sadar membuat guru terpola menjadi guru yang kurang berkualitas. Hari-harinya diisi hanya untuk mengajar saja. Dia tidak mendidik anak didiknya dengan hati. Waktunya di sekolah hanya sebatas sebagai tugas rutin mengajar yang tidak punya nilai apa-apa. Guru hanya melakukan transfer of knowledge. Dia mengganggap pekerjaan dia adalah karirnya, karena itu dia berusaha keras agar yang dilakukannya bagus di mata pimpinannya atau kepala sekolah. Tak ada upaya untuk keluar dari rutinitas kerjanya yang sudah membosankan. Bahkan sampai saatnya memasuki usia pensiun.
4.Guru kurang kreatif dan inovatif serta malas meneliti
Merasa sudah berpengalaman membuat guru menjadi kurang kreatif. Guru malas mencoba sesuatu yang baru dalam proses pembelajarannya. Dia merasa sudah cukup. Tidak ada upaya untuk menciptakan sesuatu yang baru dari pembelajarannya. Dari tahun ke tahun gaya mengajarnya itu-itu saja. Rencana Program Pembelajaran (RPP) yang dibuatpun dari tahun ke tahun sama, hanya sekedar copy paste tanggal dan tahun saja. Guru menjadi tidak kreatif.
Guru tidak akan pernah menemukan proses kreativitas bila cara-cara yang digunakan dalam mengajar adalah cara-cara lama. Sekarang ini, sulit sekali mencari guru yang kreatif dan inovatif. Kalaupun ada jumlahnya hanya dapat dihitung dengan dua jari. Guru sekarang lebih mengedepankan penghasilan daripada proses pembelajaran yang kreatif. Benarkah? Silahkan anda melihat sendiri kenyataan di masyarakat!
Setiap tahun pemerintah maupun swasta mengadakan lomba karya tulis ilmiah (LKTI) untuk para guru, dengan harapan guru mau meneliti. Namun, hanya sedikit sekali guru yang memanfaatkan peluang ini dengan baik. Padahal ini sangat baik untuk guru berlatih menulis, dan menyulut guru untuk meneliti. Dari meneliti itulah guru mengetahui kualitas pembelajarannya.
Penelitian diselenggarakan untuk memperbaiki hal-hal yang telah dilakukan agar menjadi lebih baik atau menciptakan sesuatu yang baru. Sebenarnya meneliti itu tidak sulit. Kesulitan itu sebenarnya berasal dari guru itu sendiri. Guru menganggap meneliti itu adalah bukan tugasnya. Tugas guru hanya mengajar. Meneliti adalah tugas mereka yang ingin naik pangkat. Kalau sudah kepepet barulah guru mau meneliti. Misalnya kalau ingin naik pangkat dari golongan IVA ke IVB. Kalau tidak, maka pangkatnya tidak akan naik. Data di depdiknas membuktikan bahwa guru golongan IVA terlalu banyak, dan guru golongan IVB masih sangat sedikit. Banyak guru yang mengalami kesulitan dalam meneliti dan melaporkan hasil penelitiannya.
5.Guru kurang memahami PTK
Banyak guru yang kurang memahami penelitian tindakan kelas atau PTK. Guru menganggap PTK itu sulit. Padahal PTK itu tidak sesulit apa yang dibayangkan. PTK dilakukan dari keseharian kita mengajar. Tidak ada yang sulit, semua dilakukan dengan mudah sebagaimana keseharian kita mengajar di kelas. Guru hanya perlu merenung sedikit dari proses pembelajarannya. Mencatat masalah-masalah yang timbul, dan mencoba mencari solusinya. Ajaklah teman sejawat agar proses observasi dan refleksinya tidak terlalu subyektif.
PTK adalah sebuah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri dengan jalan merencanakan, melaksanakan, dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat. Dari PTK inilah diharapkan terjadi proses pembelajaran yang kreatif.
Melalui PTK akan tercipta karya tulis guru. Begitu banyak kiat-kiat menulis karya tulis ilmiah. Baik tercetak dalam buku maupun kita dapatkan cuma-cuma dari internet. Intinya adalah guru harus dapat melaksanakan 5M dalam kesehariannya, yaitu melihat, membaca, menulis, meneliti, dan melaporkan. Hanya sayangnya, tak semua guru mampu mengaplikasikannya dalam pembelajaran sehari-hari. Sehingga yang terjadi lagi-lagi keseragaman pemikiran dan keengganan untuk melakukan 5M membuat guru terjebak dalam rutinitas kerja yang berkepanjangan. Buntutnya adalah membuat guru menjadi tidak kreatif dalam membuat karya tulis ilmiah.
Banyak manfaat yang bisa diperoleh bila guru mampu membuat karya tulis ilmiah, di antaranya:
  1. Menumbuhkan kebiasaan menulis
  2. Memperbaiki pembelajaran yang dikelolanya
  3. Berpikir analitis dan ilmiah
  4. Menambah khasanah ilmu pendidikan
  5. Menumbuhkan semangat guru lain
  6. Mengembangkan pembelajaran yang kreatif
  7. Meningkatkan mutu sekolah
  8. Menjadi guru profesional di bidangnya.
Peran guru dan sekolah bagi anak didik bersifat unik. Unik karena mereka tidak bisa menggeneralisasi kebutuhan anak didik dalam cara, bentuk, dan ukuran yang sama. Idealnya sebuah sekolah, menurut Stoll (1996), mampu memberikan pelayanan optimal kepada anak didiknya. Ia juga diharapkan dapat menjamin bahwa setiap peserta didik mampu mencapai standar optimal yang bisa mereka raih.
Perkembangan teknologi informasi, perubahan struktur masyarakat, dan maju pesatnya pengetahuan, serta munculnya teori pembelajaran baru telah mengubah hal yang esensi dari tugas pokok seorang guru. Guru bukan lagi “aktor” di kelas, dengan kekuasaannya dan pengetahuannya, yang mengatur apa pun yang terjadi di kelas. Guru bukan lagi “sumur kang lumaku tinimba”, sumber dan mata air satu-satunya dalam pembelajaran di kelas. Sekarang, justru siswa yang menjadi pusat pembelajaran. Peran guru lebih menjadi fasilitator bukan orator, yang hanya bisa memerintah anak didiknya melakukan ini atau itu. Ia juga lebih menjadi motivator dan bukan eksekutor.
Setiap anak memiliki beragam kekhasan dan keunikan. Dalam belajar, ia menggunakan dari yang visual, audio, sampai kinestetik. Gardner juga mengingatkan adanya multikecerdasan pada setiap anak mulai bersifat logis-matematis, linguistik, musik, sampai intrapersonal.
Kita mengetahui pula taksonomi Bloom, dengan enam fase akusisi pengetahuannya. Kohlberg dengan tahapan perkembangan moralnya. Perkembangan usia pada diri anak sejak usia taman bermain sampai dewasa ternyata memiliki karakteristik perkembangan sosial, moral, emosional, dan kognitif yang harus disadari guru.
Semua itu tentu saja menuntut sebuah peran baru, unik, tetapi juga tidak “gampang” dari seorang guru. Ia mengandaikan seorang guru yang “khas”, guru memahami konteks luas itu, terampil dan kreatif dalam pendekatan mengajar, mampu memahami dan memfasilitasi keberbedaan pada diri tiap anak. Peran itu tidak akan mungkin dijalankan seorang guru ketika mereka sendiri tidak mau menyiapkan diri, belajar terus-menerus, dan mengembangkan diri ke arah tersebut. Seorang guru, dengan peran yang berbeda dibandingkan masa lampau, tetaplah ia memiliki pengaruh yang demikian besar bagi anak didik.
Guru adalah seorang pembelajar. Sebagai pembelajar, guru memiliki karakteristik belajar yang berbeda dibandingkan seorang anak. Ia adalah pembelajar yang dewasa (adult learner). Karakteristik belajarnya bersifat khas, misalnya, seorang guru mempunyai cara belajar mandiri, mereka senantiasa memanfaatkan atau mengaitkan dengan pengetahuan atau pemahaman yang mereka miliki sebelumnya.
Mereka belajar secara kontekstual, senantiasa harus menemukan kaitan yang dipelajari dengan situasi nyata dalam hidupnya. Model pembelajaran sifatnya pemecahan masalah (problem solving) lebih menarik dibandingkan yang teoretikal sifatnya. Seorang guru selalu fokus dengan tujuan (goal) daripada sekadar rutinitas yang tidak jelas arahnya. Ia lebih tergerak oleh pendekatan atau cara pengajaran daripada sekadar isi yang diajarkan. Ia lebih tersentuh ketika disapa secara pribadi dan dihargai. Ia ingin kemanusiaan, kedewasaan, dan pengalamannya disentuh dan diperhatikan.
Suasana interaktif, berbagi pengalaman, dan apresiasi yang sifatnya positif akan lebih membuat mereka termotivasi dan lebih terbuka pada hal yang baru.
Guru kreatif terkadang mengajar dalam bingkai eksplorasi dan ketidakjelasan. Ia lebih mencari esensialitas daripada rutinitas atas apa yang dipelajari bersama siswa.
Sumber:
Kompas, 20 April 2009. Susahnya Menjadi Guru Kreatif, T. Gunawan Wibowo
Buku Mengenal PTK karya Wijaya Kusumah & Dedi Dwitagama, 2009
http://edukasi.kompasiana.com/2010/01/07/menjadi-guru-kreatif/